Cara Mudah Analisa Laporan Laba Rugi untuk Investasi Saham Pemula

Laporan laba rugi sangat penting untuk dipahami investor saham karena menggambarkan kinerja perusahaan. Bagaimana cara mudah menganalisa laporan laba rugi terutama buat pemula ? Kita akan bahas soal isi laporan, komponen penting dan rasio profitabilitas.

Laporan Laba Rugi adalah menunjukkan bagaimana perusahaan bisa menghasilkan laba atau rugi dalam periode tertentu, dengan merinci komponen laba rugi ke dalam penjualan, biaya produksi, biaya operasional, biaya lain – lain (bunga, rugi kurs), sehingga bisa di analisis kinerja keuangan perusahaan.

Ketika melakukan investasi saham, kita harus menganalisa kinerja perusahaan. Salah satu adalah melihat laporan laba rugi dalam laporan keuangan.

Apa itu Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi adalah bagian laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan kinerja perusahaan, khususnya dalam hal mencetak keuntungan atau kerugian, dalam periode tertentu.

Kita jika ingin melihat perusahaan untung atau rugi, melihatnya di laporan laba rugi.

Laporan ini dilaporkan setiap kuartal dan ditutup oleh satu laporan untuk periode satu tahun fiskal.

Analisa Laporan Laba Rugi

Komponen di dalam laporan yang penting untuk dianalisa.

A. Penjualan

Penjualan dicantumkan dalam baris pertama dalam laporan laba rugi. Ini menunjukkan pentingnya penjualan dalam kinerja perusahaan.

Dari nilai penjualan, kita bisa mendapatkan gambaran soal bisnis perusahaan. Apakah berkembang, stagnan atau turun.

Trend penjualan selama beberapa tahun ke belakang menunjukkan apakah produk atau jasa yang dihasilkan laku dijual atau tidak. Berapa pertumbuhannya dan apakah bisa tumbuh secara konsisten.

Nilai penjualan yang dilaporkan merupakan hasil dari harga dan volume penjualan. Bisa dilihat sumber kenaikkan penjualan, datang dari harga atau kuantitas.

Di dalam laporan, kita bisa melihat rincian volume penjualan, yang kemudian kita bisa hitung harga rata – rata.

Konsistensi growth dalam penjualan penting. Kita bisa menganalisa apakah perusahaan mampu meningkatkan volume penjualan dan menjaga harga jual produknya.

Kemampuan menaikkan harga secara konsisten dari tahun ke tahun mengindikasikan bahwa perusahaan punya market power dan brand yang kuat. Sementara, kenaikan volume menunjukkan bahwa produk yang dijual disukai pasar.

Tapi, volume yang meningkat dengan harga yang turun, harus dilihat apakah menunjukkan persaingan di pasar yang makin ketat. Apakah perusahaan kehilangan pasarnya sehingga harus menurunkan harga.

Di samping itu, perlu dilihat apakah kenaikkan penjualan bersumber dari pertumbuhan organik akibat bisnis yang sudah ada selama ini atau karena non-organik seperti akuisisi perusahaan lain. Akuisisi tentu saja bisa menaikkan penjualan secara cepat, tetapi perlu dikaitkan dengan komponen lain, seperti biaya, margin, karena adanya biaya akuisisi.

B. Biaya Produksi (Harga Pokok Penjualan – HPP)

Setelah penjualan, baris berikutnya dalam laporan laba rugi adalah biaya produksi atau dikenal sebagai HPP. Atau Cost of Goods Sold (COGS).

HPP atau COGS adalah semua biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa.

Singkatnya, ini adalah biaya untuk menghasilkan barang jasa yang tercatat dalam penjualan.

Biaya produksi ini penting karena menunjukkan seberapa efisien proses produksi di perusahaan dalam menghasilkan produk. Semakin rendah rasio biaya produksi terhadap penjualan, artinya semakin baik dan sebaliknya.

Dari trend penjualan dan biaya HPP, kita bisa mengetahui model bisnis perusahaan. Apakah yang boros biaya atau yang efisien.

Kenaikkan penjualan lebih cepat dari kenaikkan biaya HPP mengindikasikan efisiensi, dan sebaliknya.

Contohnya di perusahaan teknologi, seperti Microsoft atau Apple, kenaikkan penjualan jauh melampaui kenaikkan COGS karena sifat bisnisnya yang sangat efisien. Akibatnya, keuntungan kotor atau gross profit yang diraih meningkat eksponensial.

C. Laba Kotor (Gross Margin)

Penjualan dikurangi HPP akan menghasilkan laba kotor atau gross margin.

Gross margin menjadi indikator pertama di top line yang bisa menunjukkan kualitas kinerja perusahaan.

Perusahaan dengan gross margin tinggi dan konsisten mempertahankannya, mengindikasikan bahwa perusahaan adalah market leader, yang menentukan harga. Mereka adalah price maker, bukan price taker.

Sementara, perusahaan dengan gross margin menyusut, menimbulkan pertanyaan soal market power perusahaan yang menurun.

Perusahaan dengan brand kuat, biasanya punya gross margin tinggi. Sebaliknya, perusahaan dengan gross margin rendah indikasi persaingan yang ketat di pasar, sehingga mau tidak mau perusahaan harus menurunkan harga untuk meraih penjualan dan market share.

Tidak hanya dari menurunkan harga, tetapi banyak juga perusahaan mampu mempertahankan angka gross margin lewat jalan efisiensi. Harga tetap tetapi proses produksi dan supply chain bisa  dibuat semakin efisien dengan bantuan teknologi.

Perusahaan teknologi, seperti Facebook, Google, punya gross margin yang sangat tinggi, di atas 50% karena biaya produksi yang relatif kecil untuk menggandakan produk mereka.

Perusahaan dengan branding yang kuat, seperti merk luxury, punya angka gross margin yang juga tinggi. Ini menunjukkan kekuatan perusahaan menentukan harga.

D. Biaya Operasi

Setelah barang diproduksi, perusahaan perlu melakukan sejumlah kegiatan operasional, diluar proses produksi, seperti untuk marketing, promosi, administrasi dan lain – lain.

Biaya ini masuk dalam biaya operasi.

Biaya operasi menjadi bagian krusial untuk dilihat karena bisa menyerap banyak pengeluaran, yang akan mengurangi laba nantinya.

Perusahaan bisa punya penjualan yang tinggi, biaya produk yang murah, tetapi akan sia – sia jika biaya marketing besar. Tingginya penjualan belum tentu menghasilkan keuntungan jika tidak diimbangi efisiensi dalam operasional perusahaan.

Biaya operasional menunjukkan seberapa efisien perusahaan dikelola. Seberapa efektif, misalnya, kampanye sales yang mendatangkan penjualan dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan.

Perusahaan yang baik akan punya biaya operasi yang terjaga pada tingkat persentase tertentu dari nilai penjualan. Secara absolut, biaya operasi memang naik karena kenaikkan penjualan, tetapi secara relatif, nilainya stabil atau bahkan turun.

E. Biaya Lain – Lain

Karena namanya biaya lain – lain, tidak berarti bahwa komponen ini tidak penting. Biaya lain – lain ini bisa jadi sangat penting.

Karena di dalam biaya lain – lain terdapat komponen biaya bunga pinjaman.

Perusahaan yang punya hutang dan membayar bunga, maka pembayaran bunga dicatat dalam biaya lain – lain.

Bisa saja, perusahaan punya laba operasi yang bagus dan tinggi, namun karena semua operasional bersumber dari hutang, menimbulkan beban biaya bunga yang besar. Akibatnya, laba operasi tergerus dan tidak bisa menghasilkan laba.

Dan perlu dicatat juga bahwa biaya bunga ini hanya menunjukkan pembayaran bunga dan tidak termasuk pembayaran pokok pinjaman. Kalau bayar bunga saja sudah berat, apalagi membayar pokok.

Di sisi lain, kita juga bisa melihat perusahaan yang tidak punya komponen biaya bunga. Biaya bunganya nihil.

Ini artinya perusahaan tersebut hidup tanpa hutang. Ini menunjukkan keuangan perusahaan yang sehat karena bisa hidup dari kegiatan operasional tanpa perlu bantuan dana dari pihak lain.

Komponen lain di biaya  lain – lain adalah selisih kurs. Perusahaan yang punya kewajiban dalam mata uang asing akan kena imbas fluktuasi nilai tukar dan untung ruginya dicatat disini.

F. Laba Sebelum Pajak

Setelah semua biaya dan penghasilan dihitung, kita masuk ke laba. Tapi sebelum laba adalah pembayaran pajak.

Pajak harus dibayar ke negara. Ini posisi laba sebelum membayar pajak.

G. Laba Bersih

Laba Bersih adalah bagian paling bawah dari laporan laba rugi. Ini profit yang bisa dinikmati oleh pemegang saham.

Buat pemegang saham, indikator penting adalah EPS (Earning per Share), yaitu laba per lembar saham. Dihitung dengan membagi laba bersih dengan jumlah saham.

EPS digunakan untuk menganalisa saham, seperti menghitung Price Earning Ratio (PER), yang digunakan memvaluasi harga saham murah atau mahal.

Trend serta pertumbuhan EPS dari tahun ke tahun menunjukkan kinerja perusahaan. Apakah kinerjanya bagus atau mengalami penurunan.

Kita bisa membandingkan harga saham saat kita membeli dengan EPS saat itu dan EPS saat ini. Berapa earning yield (perbandingan harga saham saat beli dan EPS saat itu) dari investasi tersebut bisa jadi penilaian, apakah ini investasi yang menguntungkan atau tidak.

Dalam jangka panjang, harga saham akan berjalan seiring dengan pertumbuhan EPS. Value yang bisa diberikan manajemen perusahaan ke pemegang saham tercermin di EPS.

Konsistensi pertumbuhan EPS menjadi driver utama yang menentukan trend harga saham di masa depan.

Rasio Profitabilitas

Untuk mempertajam analisa dan menarik insights lebih dalam dari laporan laba rugi, analisa dilakukan menggunakan rasio. Disebutnya rasio profitabilitas untuk laporan laba rugi.

1. Rasio Net Profit Margin (NPM)

Net profit margin merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan laba setelah bunga dan pajak dengan penjualan bersih. Sederhananya, hasil perhitungan net profit margin mencerminkan persentase kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari setiap penjualan yang terjadi.

Net profit margin secara khusus dapat membantu untuk menganalisis pengaruh beban operasional dan skema penetapan harga pada kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungannya.

Rumus yang dapat digunakan dalam menghitung  net profit margin  adalah sebagai berikut:

Net Profit Margin (NPM) = (Laba Bersih/Penjualan) × 100%

Standar net profit margin yang berlaku umum yaitu 

  • 5% persentase margin yang rendah,
  • 10% persentase margin sehat,
  • 20% persentase margin tinggi.

Terlepas dari itu, standar net profit margin yang akurat bagi setiap perusahaan sejatinya adalah standar yang mengacu kepada rata-rata industrinya masing-masing.

2. Rasio Return on Assets (ROA)

Return on assets menunjukkan berapa banyak laba bersih yang mampu dihasilkan perusahaan atas jumlah kepemilikan asetnya.

Rumus yang dapat digunakan dalam menghitung  Return on Assets (ROA) adalah sebagai berikut:

Return on Assets (ROA) = (Laba Bersih/Total Aset) × 100%

Kenaikan return on assets seiring berjalannya waktu mengindikasikan bahwa perusahaan telah berhasil dalam menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah yang diinvestasikan untuk bisnisnya. 

Sebaliknya, rasio return on assets yang menurun dapat mengindikasikan kegagalan perusahaan dalam menumbuhkan labanya, yang pada kasus ini dapat disebabkan salah satunya oleh investasi berlebih pada aset.

Nilai return on assets yang menunjukkan indikasi positif diyakini setidaknya berkisar di atas 5%, sementara di return on assets di atas 20% merupakan persentase yang sangat baik.

3. Rasio Return on Investment (ROI)

Nilai pengembalian investasi atau yang lebih dikenal dengan Return on Investment (ROI) merupakan rasio yang menunjukkan hasil atau pengembalian atas modal yang telah diinvestasikan perusahaan. 

Return on investment dapat menjadi indikator dalam mengukur efektivitas manajemen perusahaan atas aktivitas investasinya.

Return on investment menilai jumlah laba yang diperoleh dengan membandingkannya dengan total investasi. Rumus yang dapat digunakan dalam menghitung  Return on Investment (ROI) adalah sebagai berikut:

Return on Investment (ROI) = ((Pendapatan Investasi – Biaya Investasi)/Biaya Investasi)× 100%

Karena return on investment merupakan jenis pengembalian atas modal, rasio ini menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan untuk memberi kompensasi kepada penyedia dana jangka panjang, serta untuk mendatangkan pendanaan di masa depan. 

Rasio ini dinilai lebih efektif dalam mengukur kekuatan finansial jangka panjang dan tingkat solvensi perusahaan karena dapat secara efektif menunjukkan laba atas modal dari dua perspektif sumber pendanaan yang berbeda sekaligus, yakni kreditur dan pemegang saham.

Semakin tinggi persentase return on investment, maka semakin profitable suatu perusahaan di mata investor. 

Menurut standar konvensional yang berlaku di masyarakat, persentase return on investment tahunan antara 7% hingga 10% sudah mengindikasikan suatu perusahaan cukup layak untuk menjadi pilihan investasi di pasar saham.

4. Rasio Return on Equity (ROE)

Return on equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri atau hasil pengembalian ekuitas adalah rasio yang berfungsi untuk membandingkan nilai laba bersih sesudah pajak dengan ekuitas yang dimiliki perusahaan.

Rumus yang dapat digunakan dalam menghitung  Return on Equity (ROI)adalah sebagai berikut:

Return on Equity (ROI) = (Laba Bersih/Ekuitas Pemegang Saham) × 100%

Return on equity yang meningkat menunjukkan bahwa perusahaan mampu menumbuhkan labanya tanpa membutuhkan tunjangan modal eksternal yang besar. 

Selain itu, kenaikan return on equity juga mengindikasikan bahwa manajemen perusahaan berhasil bersikap efisien terhadap ekuitas yang tersedia.

Perusahaan dengan return on equity yang berkisar antara 15% hingga 20% secara umum dinilai mengindikasikan nilai saham dan efisiensi manajemen yang cukup baik.

5. Rasio Laba per Lembar Saham (Earning per Share/EPS)

Rasio laba per lembar saham (earning per share) atau disebut juga rasio nilai buku adalah rasio yang mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang sahamnya. 

Singkatnya, earning per share menunjukkan jumlah keuntungan yang dapat dihasilkan oleh suatu perusahaan atas setiap lembar sahamnya.

Rumus yang dapat digunakan dalam menghitung  earning per share (EPS) adalah sebagai berikut:

Earning per Share (EPS) = Laba Saham Biasa/Saham Biasa yang Beredar

atau

Earning per Share (EPS) = (Laba Bersih – Dividen Saham Preferen)/(Rata-rata Saham Biasa yang Beredar)

Semakin tinggi earning per share suatu perusahaan, semakin tinggi pula nilai sahamnya di mata investor. Namun, dari segi akurasi, earning per share merupakan indikator yang kurang baik untuk mengukur kinerja perusahaan karena dinilai berpeluang dapat dipengaruhi oleh tindakan-tindakan jangka pendek.