Konflik antara perencana keuangan tenar Ligwina Hananto dari QM Finansial dengan kliennya, yang menyeruak panas di media massa mengenai investasi bodong, mengagetkan kita semua. Bagaimana langkah preventif yang sebaiknya kita ambil, supaya terhindar dari masalah seperti ini, termasuk apa usulan ke regulator keuangan?
Siapa yang tidak kaget, ketika pakar yang selama ini dianggap paling mengerti dan dijadikan tempat bertanya, tiba – tiba dipertanyakan keindependenannya.
Itu yang terjadi, saat seseorang yang mengaku klien menulis di Kompas (15 Februari 2014) menyatakan mengalami kerugian finansial lebih dari 200 juta rupiah karena tertipu investasi bodong yang menurutnya direkomendasikan oleh perencanaan keuangan QM Finansial yang dipimpin Ligwina Hananto (simak profil Ligwina Hananto).
Sebelum lebih jauh, ada baiknya kita pahami dulu kronologisnya. Dari wawancara klien tersebut di sejumlah media serta surat pembacanya sendiri, kemudian klarifikasi QM Finansial serta kicauan di akun twitter Ligwina Hananto, poin penting yang dapat saya tangkap sebagai berikut:
- Menurut klien, dia menerima berbagai informasi tawaran investasi dari QM Finansial sebagai perencanaan keuangan dia. Salah satunya adalah CV Panen Mas yang bergerak di bidang agribisnis, dimana dia memutuskan berinvestasi disitu.
- Dalam proposal yang disampaikan QM ke klien, skema keuntungannya adalah investasi telor puyuh sebesar 12 juta dengan janji keuntungan sebesar 2 juta per bulan di bulan ke 3 dan seterusnya (bulan ke 1 dan 2 belum menghasilkan). Terlampir penawaran investasi tersebut yang saya dapatkan di akun twitter klien:

- Setelah menerima pembayaran beberapa kali, pihak CV Panen Mas default. Usahanya bangkrut, pemilik dilaporkan dan akhirnya ditangkap polisi. Uang investasi klien sebesar Rp 240 juta ikut hilang. Klien menuntut pertanggungjawaban karena menilai QM yang merekomendasikan perusahaan itu.
- Bantahan muncul dari Ligwina Hananto, CEO QM, di akun twitter-nya. Intinya, Ligwina bilang bahwa keputusan investasi ada di klien, sehingga segala risiko ada di klien. QM hanya memberikan informasi. Tidak menjual produk keuangan.
- Lebih lanjut, Ligwina menjelaskan bahwa mereka sudah menawarkan solusi berupa program pengganti kepada klien yang menjadi korban CV Panen Mas. Program pengganti itu sudah disampaikan kepada klien, dan para klien tersebut sudah menyetujuinya sedari bulan November tahun 2013. Bagaimana skema penggantiannya, apakah perlu menyetor dana lagi atau tidak, enggan dijelaskan oleh Ligwina.
- Klarifikasi resmi dari perusahaan perencanaan keuangan QM Finansial muncul di web mereka (19 Februari 2014) yang menyebutkan “…tidak ada kewajiban atau paksaan bagi klien untuk mengikuti suatu investasi tertentu. Keputusan untuk mengikuti suatu investasi sepenuhnya berada pada klien. (selengkapnya baca di website QM Finansial).”
- Kabar terakhir, antara klien dan QM sudah berdamai. Namun, tidak dijelaskan perdamaiannya seperti apa.
Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah dari konflik tersebut, karena sampai saat ini belum ada pihak yang bisa melakukan penilaian secara independen, kita patut menengok lebih dalam soal bagaimana bersikap saat menggunakan jasa perencana keuangan.
Perlu diketahui bahwa seiring tumbuhnya kelas menengah di Indonesia, tumbuh pula kesadaran akan pentingnya mengelola keuangan yang sehat. Bermunculanlah praktek perencana keuangan, yang semakin populer dan banyak digunakan jasanya (simak penjelasan kenapa Perencana Keuangan Penting).
Perencana Keuangan Tanpa Regulasi
Konflik terbuka ini memunculkan pertanyaan mengenai regulasi profesi perencana keuangan. Karena sebagai profesi yang memberikan advis keuangan, yang sangat mungkin bisa merugikan klien jika salah memberikan saran, profesi ini seharusnya diatur dan diawasi oleh suatu lembaga pemerintah.
Untuk menjawabnya, saya melakukan riset ke beberapa lembaga pengawas keuangan, antara lain BI, OJK dan Depkeu. Kesimpulannya?
Jujur, saya juga kaget. Belum ada regulasi mengenai perencana keuangan. Benar, Anda tidak salah baca. Saat ini, tidak ada lembaga yang mengawasi dan mengatur profesi perencana keuangan. Singkatnya, menjadi perencana keuangan tidak perlu punya izin.
Sebagaimana dilaporkan oleh harian Kontan, Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, pihaknya tidak mengeluarkan izin profesi perencana keuangan.
Berbeda dengan profesi keuangan lain yang mengelola dana masyarakat, seperti Manajer Investasi, Bank Kustodian, atau Agen Penjual Reksadana, yang penuh dengan aturan dan pengawasan dari regulator.
Mungkin, alasan perencana keuangan belum diregulasi adalah karena dianggap profesi ini tidak mengelola uang secara langsung. Berbeda dengan Manajer Investasi yang mengelola dan mengambil keputusan investasi, dalam perencanaan keuangan keluarga, financial planner sebatas memberikan konsultasi dan saran ke klien dalam bentuk rencana. Yang melakukan eksekusi rencana tersebut, misalnya membeli atau menjual reksadana, adalah klien itu sendiri, bukan financial planner. Eksekusi investasi ada di tangan klien.
Namun, jika ditilik lebih jauh lagi, saran perencana keuangan punya konsekuensi keuangan yang signifikan terhadap kesehatan keuangan klien. Berdasarkan advis perencana keuangan, klien mengambil langkah investasi untuk keuangan keluarganya .
Apalagi, banyak klien yang datang ke perencana keuangan karena mereka tidak paham soal dunia investasi, sehingga bisa dipastikan apapun saran si financial planner akan ditelan bulat – bulat. Kesalahan saran dari perencana keuangan sangat mungkin merugikan dan mengganggu kondisi keuangan keluarga klien.
Apa implikasi tanpa regulasi ini? Bisa dibaca pada hal – hal berikut ini:
Pertama, tidak ada aturan persyaratan standard menjadi perencana keuangan. Tidak ada tuntutan secara aturan mengenai kualifikasi minimum yang harus dipenuhi untuk jadi perencana keuangan. Siapapun, saat ini, bisa mengklaim sebagai perencana keuangan.
Profesi lain di dunia keuangan, yaitu Manajer Investasi, harus melewati sejumlah kualifikasi dan sertifikasi supaya bisa memperoleh izin. Ada standard minimum yang jelas untuk memastikan kwalitas minimum yang aman buat masyarakat.
Kedua, tidak ada pengawasan. Perencana keuangan bisa bekerja sesuai batasan dan standard yang mereka buat sendiri. Apakah batasan tersebut sudah benar atau tidak? Apakah mereka patuh terhadap standard itu? Kita tidak tahu karena tidak ada yang mengawasi.
Ketiga, jika terjadi perselisihan antara klien dan perencana keuangan, tidak ada proses mediasi yang terlembaga. Konflik menjadi lebih sulit dicari penyelesainnya.
Tanpa regulasi, tidak jelas dimana tanggungjawab perencana keuangan dan dimana tanggungjawab klien. Tidak jelas pula kemana proses pengaduan dan penyelesaiannya bisa dilakukan. Akibatnya, pertarungan terjadi di media, yang sangat mungkin bias, tidak mencerminkan kondisi sebenarnya dan tidak berujung penyelesaiannya.
Ini sangat berbeda dengan penyelesaian perselisihan di pasar modal atau perbankan. Ada proses mediasi yang jelas dan transparan, sehingga komplain atau keberatan masyarakat bisa dicarikan solusinya dengan baik.
Regulasi Perencana Keuangan di Negara Lain
Kondisi profesi perencana keuangan yang belum ada regulasinya membuat konsumen jasa ini cukup vulnerable di Indonesia. Kondisi regulasi yang amat berbeda di negara lain, khususnya Australia dan Malaysia.
Di kedua negara tersebut, perencana keuangan adalah profesi yang overly regulated. Diatur secara ketat dan diawasi secara penuh oleh regulator. Kenapa? karena saran perencana keuangan mempengaruhi hajat hidup banyak orang, utamanya klien mereka.
Di Australia, ada suatu lembaga pemerintah yang secara khusus mengawasi profesi financial advisors. Untuk bisa menjadi advisors, persyaratannya ketat. Harus lolos sertifikasi tertentu, mengikuti pelatihan wajib dan sejumlah persyaratan lainnya.
Setali tiga uang dengan Malaysia. Di negeri jiran ini, perencana keuangan wajib memperoleh izin dari pemerintah dan ada persyaratan minimum sertifikasi yang diwajibkan. Persyaratannya tidak mudah dan diawasi secara ketat.
Baca Juga: Asuransi Kesehatan Usia Lanjut Sampai 79 tahun
Cara Menghadapi Perencana Keuangan
Dalam kondisi ini, Anda tetap memerlukan jasa perencana keuangan untuk keluarga. Banyak yang sibuk sehingga tidak sempat mengurusi keuangannya atau minim pengetahuan soal produk keuangan, sehingga butuh seseorang yang membantu bagaimana mengelola keuangan keluarga. Namun bagaimana mensiasati kondisi perencana keuangan yang tanpa regulasi ini.
Saya menyarankan beberapa langkah antisipatif ketika mengelola rencana keuangan keluarga saat berelasi dengan perencana keuangan, terutama menyangkut tawaran investasi, sebagai berikut:
1. Membaca Kontrak
Pastikan membaca dan mengerti kontrak antara klien dengan perencana keuangan. Pastikan hal – hal yang penting seperti hak dan kewajiban masing – masing pihak dimengerti betul.
Bagaimana jika terjadi perselisihan ketika klien mengalami kerugian. Dimanakah peran perencana keuangan, jika investasi klien rugi, lepas tangan, membantu atau bagaimana? Bagaimana perselisihan akan diselesaikan? Jika tidak ada titik temu antara kedua belah pihak, cara penyelesaian konflik akan dilakukan dimana. Itu semua sebaiknya dicermati dalam kontrak.
2. Pahami Peran Perencana Keuangan dalam Investasi
Dalam proses perencanaan keuangan keluarga, poin yang penting dan sensitif adalah terkait tawaran investasi, lihat dan pastikan bagaimana peran perencana keuangan. Perlu alert terutama untuk investasi di sektor riil, yang tidak seperti investasi reksadana, saham, atau obligasi yang regulasi dan pengawasannya sudah jelas dan terlembaga baik.
Dalam investasi sektor riill, pastikan dimana tanggung jawab perencana keuangan dalam pemilihan perusahaannya. Apakah perencana keuangan sudah melakukan evaluasi atau due-dilligence atas tawaran investasi, sebelum disampaikan ke klien?
Kita membayar jasa ke perencana keuangan untuk mendapatkan expert knowledge mereka. Mereka adalah ahlinya tempat kita bersandar, sehingga ketika ada tawaran investasi yang disampaikan ke klien, selayaknya perencana keuangan sudah lebih dulu menilai kelayakan, manfaat dan mudaratnya. Dan yang paling penting, dimana letak tanggungjawab perencana keuangan ketika investasi yang ditawarkan ke klien mengalami kegagalan.
Dalam penawaran investasi yang dilakukan QM Finansial ke klien, seperti dikutip Kontan, Ligwina menjelaskan bahwa QM sudah melakukan verifikasi produk investasi sebelum direkomendasikan kepada klien. Soal standar verifikasi internal itu, Ligwina bilang telah melakukan 5 tahap cek, yakni; cek underlying asset, cek risiko, cek test case, cek tujuannya apa dan cek inside atau outside plan.
Faktanya, dua tawaran investasi yang disampaikan QM Finansial ke kliennya, yaitu Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) dan CV Panen Mas, telah diketahui bermasalah dan sudah memakan korban.
Artinya, meskipun sudah diverifikasi oleh ahlinya, Anda sebagai klien tetap perlu paham jenis investasinya. Saran saya, pahami seluk belum investasi bodong.
Baca: Cara Menghindari Investasi Bodong
3. Ingat Selalu Rumus ‘Risk and Return’
Ingat satu hal yang sangat penting dalam investasi: ‘Risk and Return’. Tawaran keuntungan yang menggiurkan pasti memiliki risiko yang tidak kecil. Jangan hanya memikirkan keuntungan semata, tetapi pastikan juga Anda siap menanggung risikonya meskipun tawaran itu datang dari orang yang Anda anggap expert.
Seharusnya perencana keuangan memang menyarankan investasi dengan return yang sesuai profil risiko klien. Investasi dengan iming – iming keuntungan amat tinggi memiliki risiko tinggi, sehingga perencana keuangan diharapkan tidak menawarkan jenis investasi ini kepada klien. Tapi, perencana keuangan juga bisa khilaf, bukan?
Ambil contoh dalam kasus QM. Investasi telor puyuh di CV Panen Mas yang ditawarkan ke klien itu adalah modal 12 juta dan keuntungan 2 juta sebulan mulai bulan ke 3. Itu artinya dalam 6 bulan sudah balik modal dan tingkat keuntungan adalah 20 juta atau 166% dalam setahun. Investasi dengan return sebesar itu sangat tinggi risikonya!
Apakah investasi dengan risiko setinggi ini layak disodorkan perencana keuangan ke klien, bahkan dengan alasan, itu hanya sebuah informasi? Saya menanyakan hal ini ke Ligwina Hananto di akun twitter-nya. Berikut perbincangan dengannya:
@portalbanyumas Planner melaksanakan permintaan klien. Ya data n convo dg klien gak dibuka ke publik dong. Nanti lihat di website aja ya
— Ligwina Hananto (@mrshananto) February 23, 2014
Apa kesimpulannya? Semuanya balik kembali klien. Perencana keuangan memberikan saran, namun keputusan di tangan Anda. At the end of the day, ini uang Anda.
Update Agustus 2014:
Tulisan ini ternyata dibaca oleh ibu Ligwina Hananto. Beliau menyampaikan tanggapan singkat via akun twitter-nya. Terima kasih atas tanggapan beliau.
@portalbanyumas n btw gw udah baca blognya hehehehe… gw gak menipu, gw gak menyebabkan kerugian — Ligwina Hananto (@mrshananto) May 14, 2014
Apa yang Sebaiknya Dilakukan
Hal paling utama adalah Anda sebaiknya paham kondisinya, supaya keuangan keluarga tetap aman. Langkah – langkah yang saya sebutkan diatas bisa jadi bahan pertimbangan awal untuk memastikan keuangan keluarga terproteksi dengan baik ketika konsultasi dalam proses perencanaan keuangan.
Yang juga tidak kalah penting adalah mendorong lembaga pengawas untuk mengatur dan meregulasi profesi perencana keuangan.
Sebelum terlambat dan muncul banyak konflik lagi antara klien dan perencana keuangan, regulator keuangan, seperti OJK, sebaiknya melakukan dua hal terkait perencana keuangan.
Pertama, melakukan kaji ulang secara menyeluruh mengenai profesi perencana keuangan di Indonesia. Tujuannya melihat kondisinya saat ini sekaligus menilai bagaimana perkembangannya. Hasilnya bisa digunakan sebagai basis dalam membuat regulasi ke depan.
Misalkan, saat ini belum ada lembaga intermediasi, seperti di perbankan, jika konsumen mengalami misrpresentasi dari perencana keuangan. Tidak ada tempat mengadu dan menyelesaikan masalah buat konsumen.
Kedua, segera membuat regulasi dan pengawasan soal perencana keuangan. Seperti di Australia dan Malaysia, kriteria dan persyaratan menjadi perencana keuangan harus jelas dan ada minimum standarnya.
Yang bisa memberikan saran keuangan harus memenuhi kualifikasi tertentu. Layaknya manajer investasi yang harus memenuhi sejumlah persyaratan, perencana keuangan pun harus begitu.
Jika OJK menyebutkan salah satu program mereka adalah proteksi konsumen, regulasi perencana keuangan harus menjadi prioritas. Karena dengan adanya regulasi yang jelas, hak dan tanggungjawab masing – masing pihak menjadi jelas. Perlindungan ke konsumen pun dengan sendirinya menjadi terwujud.
Perencana keuangan adalah profesi dengan fiduciary duty tinggi. ‘Putting the client first’ adalah prinsip yang selayaknya selalu dipegang. Dan itu harus dipastikan oleh regulator lewat peraturan dan pengawasan.